Dear Diary
Pernahkan kamu tiba-tiba ngide beberes barang-barang di kamarmu, kemudian menemukan beberapa barang dengan nilai sentimental untukmu? Yang pada akhirnya kamu justru terhanyut mengais memori-memori yang tersisa. Sampai-sampai agenda beres-beresmu nggak tahu bakal kapan rampungnya. Aku pernah begini, setidaknya beberapa kali, bahkan mungkin saja akan terulangi lagi nantinya, haha.
Ada sekian barang yang ternyata bisa menyegarkan kembali ingatan kita akan masa lalu, masa-masa yang telah terlewati. Bentuknya bisa berupa kartu ucapan ulang tahun, surat dari teman jauh, karcis tiket masuk, oret-oretan catatan, bahkan nota dan struk belanja bisa menyimpan memori. Termasuk pula buku-buku diary yang hadir dari sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi, dengan gaya yang menyesuaikan perubahan sang penulis dari waktu ke waktu. Ada banyak kisah yang menyempil diantara lembar-lembaran itu, sesekali dipermanis dengan gambar ecek-ecek buatan sendiri, atau highlight bagian yang paling seru.
Seiring berjalannya waktu, agenda menulis diary perlahan tergeserkan, menghilang dari pikiran. Diri merasa sudah terlampau sibuk untuk sedikit bercerita tentang harinya ke lembaran kertas bergaris. Buku itu tersisihkan, dibiarkan menumpuk dengan buku lainnya. Namun sesekali, ketika pikiran si empunya sudah kelewat banyak dan terasa berceceran, ia akan kembali meraih diary. Sambat bin curhat apa yang menjadi kerisauannya, merapikan pikiran dengan mengeluarkannya sebagai tulisan. Ya, karena ia menganggapnya sebagai tempat pelarian paling aman.
Suatu ketika aku membuka diary jaman SMA. Wow, aku terkejut sendiri melihat aku yang dulu sangat telaten melaporkan hariku disitu, dengan tulisan yang rapi dan runut pula, dari A sampai Z. Isinya bisa cuplikan materi, kejadian yg seru, atau humor paling lucu di hari itu, yang sukses membuatku tertawa kembali ketika membacanya. Saking banyaknya, aku sampai lupa kalau pernah menuliskan itu semua satu per satu. Ah lucunya, senang juga bisa melihat keseharian lewat sederet tulisan.
Hal yang menjadi kelebihan dari diary adalah, ia menangkap waktu, momen, perasaan, pola pikir, sampai cara pandangku saat itu. Diary adalah jejak-jejak yang kelihatannya mungkin sepele dan tidak penting, tetapi dari situ kita bisa mengukur sejauh mana kita telah bertumbuh. Bisa jadi cerita bagaimana kamu menanggapi masalah di masa lalu dapat menjadi tempatmu bercermin dan berpikir, atau kadangkala hanya untuk kita tertawakan di masa kini. Tergelak melihat betapa kekanakannya diri, masalah kecil pun bagai sengaja dia besar-besarkan. Ah, jadi ini yang namanya bertumbuh. Ah, mungkin sekarang aku juga belum menjadi orang paling baik sedunia, tetapi setidaknya aku sedikit lebih baik dari pada diriku yang dulu.
Terkadang, ada juga masa dimana kita merasa di titik terendah, sedang sedih-sedihnya, berantakan seperti kapal pecah. Melihat rutinitas masa lalu yang tertata juga bisa kembali menumbuhkan harapan, bahwa insyaAllah kita juga bisa melewati apa yang tengah kita hadapi sekarang.
By the way, maaf kalau ceritaku ngelantur ngalor ngidul. Intinya, jangan ragu untuk sesekali menceritakan keseharianmu pada lembaran kertas. Bisa jadi, kelak ia akan menjadi bahan evaluasimu untuk jadi lebih baik lagi. Terus bertumbuh, ya!
Ditulis waktu hujan kecil di warung mie (siap-siap nyekripsi), 2023.
Komentar
Posting Komentar