Tentang Membaca

Beberapa hari yang lalu, teman saya asyik memegang sebuah novel yang bersampul biru. Novel itu 'dilahapnya' sedikit demi sedikit. Baik sebelum pelajaran dimulai, waktu istirahat, bahkan waktu ada jeda sedikit saat pelajaran. Kalau istilah curi-curi pandang ke orang yang disuka udah biasa, yang ini adalah curi-curi pandang kepada aksara-aksara yang ada di lembaran kertas itu. Novel yang tengah dibacanya adalah novel Hujan, karya Tere Liye. Otomatis saya langsung kepo dengan buku-buku karya penulis yang satu ini. Pasalnya, teman-teman yang lain kelihatannya sangat menggemari karya-karyanya. Saya langsung ngerasa kudet alias kurang update karena udah lama teman-teman mengobrol tentang buku-buku Tere Liye, tetapi sampai saat ini saya belum pernah 'melahap' tulisannya satu pun. Berbekal keingintahuan tersebut (bukan keingintempean), saya pun memutuskan untuk meminjam novel Tere Liye yang ada di perpustakaan sekolah. Pada awalnya saya berniat meminjam Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, tapi sepertinya sedang dipinjam. Alhasil saya meminjam buku yang lain, yaitu Bidadari-Bidadari Surga. Tanpa basa basi buku tersebut saya bawa pulang untuk dilahap.




Berhubung ada waktu senggang, maka novel tersebut pun dapat saya habiskan dengan jangka waktu yang cukup pendek. Wah, ternyata memang betul tulisan karya Tere Liye ini bagus. Saya pun berencana untuk meminjam bukunya yang lain yang ada di perpustakaan sekolah, besok di hari Senin. 


Tiba tiba saya teringat bahwa membaca merupakan hobi saya waktu masih duduk di sekolah dasar. Namun setelah menginjak sekolah menengah, saya sangat jarang melakukan hobi membaca ini, karena  saya terlalu senang berseluncur di dunia maya. Saya ingat saat jaman-jamannya saya keranjingan internet. Pergi ke warung internet hanya untuk membuka sosial media, yang saya rasa sepertinya selalu saya lakukan setiap minggunya. Terkadang, saya turut mengajak teman saya untuk berseluncur ke dunia maya hanya untuk membuka facebook dan sebagainya yang sebenarnya tidak terlalu penting. Yah, namanya juga keranjingan. Namun intensitas kunjugan saya ke warung internet semakin berkurang semenjak adanya wi-fi milik tetangga yang sangat berbaik hati memperbolehkan saya menggunakan wifi tersebut. Mungkin bapak pemilik warnet sampai bingung kemana perginya saya... Oke ini sayanya yang kegeeran.




Waktu sekolah dasar, saya senang sekali membaca majalah Bobo. Saya senang membaca cerpen-cerpen yang ada di dalamnya. Saya bakalan marah-marah sendiri ketika mendapati bahwa cerpen yang ada di situ hanya dua atau tiga. Seakan ingin berteriak, "we want more! we want more! we want more!" Oke, itu berlebihan. Apalagi sebenarnya kata 'we' itu diganti dengan 'I' ; karena sepertinya cuma saya yang berbuat demikian. Saya sangat menggemari cerpen serial Li-el. Saya suka ceritanya, karakter-karakernya, dan juga gambar ilustrasinya. Saya teringat sampai minta dibelikan toples, karena ingin mengikuti apa yang dilakukan Petra, pada cerpen Diary in a Bottle. Giliran udah dibelikan, toplesnya malah tidak saya pakai. Alasannya simpel; saya tidak bisa menulis diary dengan kalimat sesingkat kalimat milik Petra. Gagal total, deh.

Bacaan kesukaan saya yang lain waktu kecil dulu adalah novel Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK). Saya sempat mengoleksi novel-novel tersebut, kira-kira sampai jumlahnya sepuluh. Akhirnya novel-novel tersebut sebagian besar saya letakkan di perpustakaan SD, mengingat waktu itu adik-adik kelas saya sangat suka membaca novel-novel ringan seperti itu di perpustakaan. Bagaimana tidak ringan, orang yang menulis novel itu juga anak-anak, kok. Novel KKPK favorit saya adalah Good Luck, Bimbie! karya Alya, yang tentu saya tetap saya simpan sendiri bersama beberapa novel lainnya. Alasan saya sempak mengoleksi novel-novel KKPK itu simpel; karena saya sangat ingin membuat buku sebagaimana penulis-penulis cilik itu telah laukan. Kalau mereka bisa menulis, tentu saja saya bisa; begitu yang saya pikirkan saat itu. Namun kenyataannya? Ya, saya memang pernah menulis novel, tapi tidak pernah sampai rampung! Sampai di tengah jalan, berhenti, kemudian buat cerita baru. Cerita baru sampai di tengah jalan, berhenti, bikin cerita lagi. Gitu terus sampai akhirnya umur saya sudah melebihi sayarat dikatakan sebagai 'penulis cilik'. Fail!

Seperti yang sudah saya tulis tadi, saya sempat 'vakum' membaca sampai saya di SMA. Namun berkat adanya novel nganggur di perpustakaan desa beberapa bulan yang lalu, maka saya pun kembali ke hobi membaca lagi. Ramadhan Undercover, My Sister's Keeper, So B. It, Bleeding Survivor, Biasa Bercerita, Tiga Bianglala, Memoar of Jeddah, dan juga Bidadari-Bidadari Surga telah saya baca. Saat ini, saya tengah membaca bukunya John C. Maxwell berjudul Membina Hubungan 101. Oke ini bukan berarti membina hubungan yang aneh-aneh; ini buku tentang kepemimpinan dan bagaimana kita harus bersikap terhadap sesama. Ini buku minjem ke temen, hehehe. Rencananya setelah buku ini selesai saya konsumsi, saya mau pinjam novel ke perpustakaan sekolah lagi. Yuk, membaca!

Saya menyadari bahwa dengan membaca, kita dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam bacaan itu. Kita dapat meningkatkan imajinasi kita dengan novel-novel. Kita bisa menambah perbendaharaan kata. Membaca lebih baik daripada cuma tiduran sambil scroll-scroll doang. Yaa walaupun membacanya sambil tiduran juga, sih (don't try this at home!). Setidaknya kita menatap lembaran kertas, bukannya layar yang bercahaya yang bikin silau men. Selain itu, kita jadi terfokus ke suatu hal yang dibahas dari sebuah buku; tidak seperti internet yang sangat mudah diakses dengan klik disana sini yang tidak terfokus akan sesuatu. 
Mari sukseskan Gerakan Indonesia Membaca, teman-teman! Sampai jumpa dilain kesempatan~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Surat Keterangan Kesehatan, Buta Warna, dan Bebas NAPZA di RSUD Banyumas

Bermuara

Obrolan empat di lima